Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Gembar-gembor pembangunan di Kawasan Danau Toba (KDT) belakangan ini dikritik kelompok masyarakat pemerhati Danau Toba. Kritik itu mencuat di seminar bertajuk "Rakyat Bicara Pembangunan Danau Toba".
Seminar yang digelar di Hotel Ashley Jakarta Pusat, Kamis (4/10/2018) itu diselenggarakan Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) bekerja sama dengan Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK) Transparansi Untuk Keadilan (TUK) Indonesia.
Selain itu juga melibatkan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) dan LBH FAS.
Kepada medanbisnisdaily.com, Jumat (5/10/2018) Sekretaris Eksekutif Bakumsu, Manambus Pasaribu menjelaskan, salah satu topik yang mengemuka dalam seminar itu adalah kritik terhadap pembangunan pariwisata Danau Toba.
"Pembangunan pariwisata di Kawasan Danau Toba persis seperti masa orde baru. Dananya minjam dari Bank Dunia. Saat rakyat menuntut keadilan, rakyat malah dituduh merusak dan anti pembangunan. Dianggap tidak paham dengan kemajuan," katanya.
Manambus melanjutkan, pembangunan di zaman itu (orde baru-red) hampir selalu berakhir dengan land grabbing yang menyingkirkan masyarakat adat dari wilayahnya, memiskinkan masyarakat secara sistematis dan merusak lingkungan.
Pembangunan dilakukan tanpa mengajak bicara masyarakat setempat dan tidak jarang justru menimbulkan konflik internal masyarakat.
"Pembangunan pariwisata tidak secara serius mengatasi persoalan-persoalan ini, malah cenderung membuatnya bertambah parah," tegas Manambus.
Seminar menghadirkan tujuh narasumber, yakni Suryati Simanjuntak (KSPPM), Eko Cahyono (Ketua Tim Riset Danau Toba), Prof Haryadi Kartodiharjo, Dr Riwanto Tirto Sudharmo MA, Andi Marpaung SH (Kemenpar), Proyogo Utomo (KLHK), dan Rahmawati Retno Winarti (TUK Indonesia). Sedangkan sebagai penanggap di antaranya Arimbi (Debt Watch) dan Basar Simanjuntak dari Badan Otorita Danau Toba.